The Years

Nothing special in this year, isn't it?

Benar-benar tidak ada yang spesial. Hanya tahun yang terus berganti dan selalu seperti itu sampai waktu terlalu cukup untuk dilewati.

Aku ingin bercerita tentang pergantian tahun, dua tahun yang lalu. Dimana pada saat itu aku masih kelas dua SMA, tengah terbaring di sudut rumah sakit dengan airmata yang terus mengalir sehabis operasi.

Tahun itu, aku sering sekali bolak-balik ke rumah sakit untuk check up medical perihal sakitku yang harusnya sampai sekarang masih harus check up. Tapi surat rujukan rumah sakit belum diperpanjang.

Karena terlalu sering check up, beberapa mata pelajaran banyak yang tertinggal, yang menyebabkan nilai-nilai mata pelajaran turun. 

Masih segar di ingatan, aku terbaring selama empat hari di rumah sakit. Tersiksa sekali, sungguh. Aku menghabiskan dua kantung infus dan sekantung darah. Hemoglobin darahku rendah sekali, sehingga diharuskan menerima donor darah. Belum lagi selang darah yang terpasang di bagian bawah pangkal tenggorokan, yang berfungsi untuk mengeluarkan darah kotor sehabis operasi.

Tahun itu, sungguh penuh pengalaman pahit nan menyenangkan. Tiga kejadian pahit di satu waktu.  Namun mendapat banyak pelajaran setelahnya. Aku tahu bagaimana kawan, yang benar-benar kawan dan artinya ditinggalkan setelah dimanfaatkan.

Untuk laki-laki yang dulu pernah aku cintai sepenuh hati.
Sekarang, apa kabarmu? Semoga baik-baik saja. Semoga kamu berubah, tidak seperti yang sudah-sudah.

Teruntuk kamu, yang aku cintai sampai waktuku terbuang selama lima tahun, untuk menunggui seseorang yang mungkin tidak pernah menganggapku begitu berarti. Semoga Allah masih menyayangimu, selalu.

Sampai sekarang, mungkin sudah beberapa kali kamu telah memiliki pengganti. Sedangkan aku? 

Mungkin... tidak ada sama sekali. Sulit ya ternyata menemukan penggantimu?

Sulit, karena penyebabnya ternyata kamu lagi. Aku menjadi terlalu pemilih karena kamu. Karena tidak ingin tersakiti lagi, sekali, dua kali. Atau berkali-kali lagi. Semua karena kamu.

Akan tetapi, aku menjadi amat sangat bersyukur. Dua tahun selepasnya, aku bahagia. Semua seperti tergantikan pelan-pelan... termasuk tentang impianku. Walau tak sesuai seperti yang aku mau, aku bersyukur disini. Menyenangkan. Teman-temanku pun begitu. Mereka orang-orang baik. 

Ternyata benar, kesedihan tak selamanya selalu berbicara tentang itu. Pasti tergantikan. Pasti sirna. Rupanya, bahagia yang aku dapat. Senyum yang kini justru merekah dari bibirku. 

Sungguh, Allah Maha Adil. Peristiwa pahit yang terjadi selama di SMA, justru mendewasakanku. Walau tak terlihat seperti orang dewasa, mereka yang benar-benar mengenalku dengan baik, pasti akan melihat kedewasaanku itu. Pemikiranku itu.

Dan untuk kamu yang sempat singgah, jika aku kekanakan... harus kuakui itu. Namun kamu belum mendengar kisahku sampai tuntas. Aku dapat menyelesaikan permasalahanku dengan baik. Tapi kamu tidak tahu itu.

Aku tahu tentangmu, walau tidak semuanya. Aku dapat mengerti dan memahami kamu. Bahwa kamu ingin dipahami dan dimengerti dengan baik, bukan? Aku mengerti semua perasaan itu.

Dan, terimakasih untukmu. Atas segala perasaan itu. Terimakasih. Karena dengan demikian, aku tahu bahwa ternyata aku layak untuk mendapatkan perasaan kepada orang-orang yang memang tulus padaku. Jujur, itu membantuku. Membantu kembali membangun kepercayaan diriku bahwa ternyata aku layak dicintai. 

Mungkin, kamu tidak tahu mengapa aku mengatakannya. Kamu tidak  tahu bahwa aku dulu begitu rendah diri. Namun, aku tahu bahwa tidak selamanya aku akan rendah diri seperti itu. Kekurangan diriku memang memengaruhi kepercayaan diriku, namun harusnya tidak boleh seperti itu.

Ya, memang tidak ada yang spesial. Bukan... bukan tidak ada. Hanya belum. 

Belum ada yang istimewa. Seistimewa 'dia', sampai-sampai aku hampir memberikan segalanya.

Goodbye but not as long as goodbye. Thank you and welcome :)

Comments

Popular Posts