Men, not everything concerns your lust

 Yang menjaga hanya untuk yang terjaga. Laki-laki baik hanya untuk perempuan baik-baik dan sebaliknya, perempuan baik-baik diciptakan khusus untuk laki-laki yang baik (pula).

Dunia zaman sekarang cukup mengerikan, dan itu fakta hidup yang baru saja aku sadari dan benar adanya.

Aku bukanlah tipe orang yang suka menjudge pemikiran orang lain. Semua orang memiliki sebab-akibat mengapa memilih suatu keputusan dalam hidupnya. Mau itu pemikiran yang benar atau salah. Mereka memiliki proses panjang dalam kepalanya mengapa pada akhirnya memilih keputusan tersebut.

Aku bukanlah manusia sempurna, yang tak punya banyak cela. Dosaku banyak, sama seperti pendosa lainnya. Akan tetapi, di sepanjang hidupku, aku dapat bertaruh jika akulah orang yang paling banyak berjuang atas harga diriku sebagai seorang wanita.

Aku menjaga apa yang pantas untuk kujaga. Aku memberi pada apa yang pantas kuberi. Aku menyayangi pada apa yang pantas kusayangi. Aku menghargai pada apa yang pantas kuhargai.

Banyak laki-laki di luar sana yang berusaha sangat kuat untuk menghancurkan apa yang kujaga sepenuh hati. Karena apa? Nafsu mereka.

Hai, para lelaki yang digdaya. Yang katanya digdaya pada nafsunya. Biar kuberi tahu, dunia itu sementara.

Aku pernah dihancurkan sebegitu kerasnya pada orang yang sudah kusayangi sepenuh hati. Orang terdekatku hampir menghancurkanku karena tidak bisa menaklukan aku. Sulit dimiliki, katanya. Padahal, aku hampir menilai keseluruhan dari value laki-laki untuk bisa mendampingiku sebagai seorang istri.

Kepercayaan diriku pernah dirusak sebegitu kerasnya, namun beruntungnya aku adalah wanita dengan ketegaran sekeras karang. Kepribadianku tak mudah hancur. Aku kuat, aku berdigdaya, dan aku perempuan terhormat.

Sebelumnya, biar kuberi tahu fakta tentang diriku. Perkenalkan, aku adalah seorang korban pelecehan seksual berulang sedari kecil. Dan aku adalah seorang penyintas yang memutuskan untuk bertahan sampai sekarang.

Dari fakta itu, seharusnya kalian bisa mengambil kesimpulan. Harusnya, perempuan semacam aku sudah bisa hancur sedari dulu. Akan tetapi, mengapa aku tidak menghancurkan diriku sedari dulu padahal aku bisa saja melakukannya?

Tentu saja jawabannya adalah karena agamaku dan tuhanku. Tuhan dari segala kebaikan. Sang Maha Baik, Sang Maha Cinta.

Ya, aku begitu mencintai tuhanku.

Di saat orang lain mungkin kecewa dengan segala pengalaman buruk yang menimpanya, ya, benar. Aku sekuat tenaga agar tidak membenci garis dan takdir hidup buruk yang menimpaku. Aku berusaha keras agar tidak membenci tuhan dan agamaku, karena Dia adalah Sang Maha Cinta.

Ada satu titik dalam hidupku yang membuatku sempat marah dan membenciNya. Bahkan aku sempat memutuskan untuk meninggalkanNya. Namun, tetap saja. Karena ajaran baik keluargaku, shalat tetap aku tunaikan karena ada perasaan bersalah juga ketika meninggalkan shalat.

Aku tidak pernah mencicipi bangku pendidikan resmi keagamaan. Aku mencari sendiri pengetahuan tentang agamaku (dibantu juga dengan orang-orang yang sekiranya paham) karena selain rasa ingin tahu yang besar, aku juga sangat mencintai tuhanku. Pasti kalian penasaran 'kan mengapa aku menyematkan begitu banyak kalimat cinta atas penghambaanku terhadapNya?

 Karena, Allah tidak pernah meninggalkanku di saat aku membutuhkanNya. Dia selalu ada, di sana. Selalu ada di saat aku kembali padanya. Orang lain bisa saja dengan mudah meninggalkanku, mengabaikanku dan tidak memperdulikanku. Tapi tidak denganNya. 

Selalu ada perasaan kalau Ia menjawab doa-doa dan rasa gelisahku. Entah mengapa, di saat aku bertanya, selalu saja ada jawaban yang membuat pikiranku lega dan merasa lapang bahwa memang semua hal dikhususkan terjadi pada waktunya.

Hanya selepas tiga hari, rasa marahku hilang. Dan, voila, aku bertahan sampai sekarang. Aku membawa keyakinan pada kejadian spiritualku pada saat itu dan berhasil meyakinkan diriku kalau semua hal akan baik-baik saja, bahkan di saat keadaan paling buruk sekalipun.

Dan kembali pada topik sebelumnya, mengapa aku bisa mempertahankan diriku sekuat itu?

Jawabannya adalah karena aku berharga.

Aku adalah perempuan, ibu segala peradaban. Sekurang-kurangnya aku sebagai perempuan, aku adalah ibu dari segala bangsa. Dan tidak ada seorang pun yang bisa merendahkan harga diriku sebagai seorang perempuan. 

Perempuan dimuliakan di zaman Rasulullah, dan tak ada hal apapun lagi yang bisa membuat harga diri perempuan menjadi rendah.

Selain keyakinan itu, aku juga banyak mempelajari bahasa psikologi tentang bagaimana caranya meningkatkan self-esteem. Dan juga, seberapa buruknya hal yang kita lakukan sebagai seorang perempuan, hal itu tidak membuat value kita sebagai seorang insan manusia menjadi berkurang. Kita tetap berharga karena kita manusia.

 Jadi, buat perempuan di luar sana, tidak perlu risau, khawatir, kecewa, atau marah di saat masa lalu kalian tidak sebaik itu. Hal-hal itu terjadi di luar kontrol kita, dan cara yang paling bijak menangani hal yang tidak bisa kita kontrol adalah bagaimana kita mengontrol apa yang ada pada diri kita seperti respon kita saat mengelola emosi, tutur bahasa, dan keinginan kita agar selalu bisa memperbaiki diri di sepanjang waktu.

Serta tidak membuat ekspektasi berlebihan, terkadang sumber kekecewaan terbesar bukan karena orang lain, tapi tentang bagaimana cara kita memproyeksikan ekspektasi kita terhadap orang tersebut.

Sebab, sumber kecewa paling besar ada pada manusia.

 

 




Comments

Popular Posts