Dalam patriarki, kita hidup dalam standarnya laki-laki

"Alasan mengapa perempuan dimudahkan untuk masuk Surga karena cobaan terberat perempuan terletak pada perasaannya sendiri."

.

.

.

Selain karena hormonal perempuan yang lebih kompleks daripada laki-laki, hal itu yang mempengaruhi alasan mengapa perempuan cenderung menggunakan perasaan.

Gue setuju kok. pada dasarnya dunia ini dibangun oleh laki-laki dan untuk kenyamanan perempuan. Ya iyalah, yang bisa melahirkan generasi 'kan perempuan doang.  Dan perempuan pada dasarnya adalah makhluk yang diciptakan untuk terus merasa secure, karena pemeliharaan suatu generasi jalannya enggak pernah mudah.

Tulisan ini bersumber dari sosial media Tiktok yang aku rasa cukup banyak memengaruhi pemikiranku saat ini. Khususnya pemikiranku pada bias patriarki.

Beberapa waktu yang lalu, pikiranku tergelitik oleh percakapan diriku dengan temanku yang sudah bersuami namun belum dikaruniai seorang anak. Sampai-sampai aku berpikir seperti ini, "Apakah kehidupan perempuan sampai harus diurusi masyarakat sosial, ya?" Padahal nantinya jika temanku ini mengandung, segala penderitaan hanya akan menjadi miliknya dan tidak berpindah menjadi milik masyarakat sosial.

Kemampuan reproduksi seseorang tidak boleh dicampuri oleh orang lain. Karena, yang paling mengetahui kesehatan reproduksinya ialah orang itu sendiri dan juga pasangannya. Jika ikhtiar belum juga menunjukkan hasil, maka itu sudah murni kembali pada urusan Ilahiah.

Sebenernya, apa sih tujuan menikah? 

Kebanyakan laki-laki akan menjawab jikalau tujuan menikah ialah melanjutkan keturunan, padahal sejatinya pernikahan nilainya harus lebih daripada itu.

Jika pernyataannya selesai pada melanjutkan keturunan, maka bersiaplah jika perempuannya akan diperlakukan sebagai mesin pembuat anak.

Karena esensi pernikahan ialah untuk hidup bersama sampai ajal memisahkan. Jika lebih religius, maka tujuan pernikahan ialah untuk sehidup sesurga.

Kembali pada ranah masyarakat sosial, mengapa masyarakat harus menghakimi seseorang yang bahkan secara fisik dapat dikatakan orang itu sehat? Pun... jika ada kurangnya, bukankah mereka tidak berhak mencampurinya?

Anggapan semacam itu seperti mengucilkan kemampuan mereka dalam membangun keluarga, padahal, jika mereka yakin untuk berkeluarga, bukankah mereka memiliki cara tersendiri untuk membangun keluarga mereka? Mereka cerdas dan berdikari sebagai manusia, lalu, apa hak mereka untuk mencampurinya?

Karena apapun kekurangan kita sebagai manusia, hal itu tidak serta-merta mengurangi esensi kita sebagai manusia yang merdeka.

Pernyataan ini sudah selesai, maka mari lanjut ke persoalan berikutnya. 

Laman sosial media tiktokku banyak sekali berseliweran mengenai isu-isu klasik serta terkini permasalahan feminisme, kesetaraan gender, patriarki, dan isu-isu keperempuanan juga. Jadi, kadang membuatku ikut tergelitik untuk membahas isu-isu terkait. Selain seru, isu-isu itu membuat wawasanku menjadi lebih luas karena yang dibahas bukan soal debat kusir antara laki-laki atau perempuan saja, tapi lebih daripada itu.

Semisal, kita tahu kalau cara kerja otak perempuan dan laki-laki dalam mencerna informasi itu berbeda. Laki-laki mencerna informasi berdasarkan kotak per kotak. Ada kotak khusus pekerjaan, ada kotak khusus game, dan lain-lain. Sementara otak perempuan bekerja layaknya server. Jadi, antara informasi lain ke informasi satunya jika memiliki kesinambungan... itu akan terkoneksi. Makanya perempuan seringkali bisa mengingat informasi lampau yang dimana laki-laki mungkin sudah lupa perihal kejadian itu.

Nah, kembali ke topik yang ingin kubahas.

Jadi, konten yang berseliweran di Tiktok itu ialah tentang pandangan laki-laki mengenai perempuan yang cenderung kontradiktif. 

Gambar satu berisi tulisan yang kurang lebih berisi begini, "Susahnya menjadi perempuan yang memiliki bold personality."

Bold personality itu apa, sih?

Bold personality adalah kepribadian perempuan yang penuh percaya diri, fokus pada dirinya sendiri, dan berani. Semacam alpha female lah, ya. Namun kepribadian ini tidak dipengaruhi oleh jabatan, kedudukan, atau capaian prestasi perempuan itu. Kepribadian itu murni dimiliki oleh sifat perempuan itu tadi.

Waktu SMA, ada beberapa orang temanku yang merupakan seorang backstabber, membicarakan diriku kalau aku memiliki kepribadian yang aneh. Padahal, aku tidak aneh. Aku hanya berbeda. Dan, anak perempuan waktu SMA memang berada di fase yang sangat menyebalkan. Seperti kebanyakan orang, jika ingin dianggap oleh mayoritas, maka mereka harus menjadi sama seperti kelompoknya. Karena aku berbeda, aku dikucilkan. (Tapi bukan berarti aku dibully, aku tidak punya cukup tenaga untuk mempedulikan hal itu).

Aku merupakan siswa yang tidak memiliki peringkat tapi cukup aktif dan berprestasi di sekolah. Walaupun cukup pasif, aku cukup bersosialisasi dengan teman-teman satu angkatanku. Aku cukup mengenal mereka. 

Kembali ke tulisan tadi.

Tulisannya begini, "Jadi cewe enggak perlu punya strong opinion atau loud though tentang sesuatu yang berprinsip, nanti hidupmu lurus-lurus aja, enggak seru." 

Jujur, itu kalimat nyebelin banget. Karena relate.

Ada temen cowo gue yang ngomong bahkan cenderung muji, "Kamu keren, ya. Sampe sekarang masih istiqomah."

Gue cuma bisa senyum waktu dibilang begitu.

Makasih loh pemikiran baiknya, makasi udah berprasangka baik wkwk. Namanya hidup, kadang ada up & downnya. Iman 'kan gampang futur.

Nah, ada juga orang yang ngomong kebalikannya. "Ah, hidup lu lurus banget. Engga seru." Jujur, sih, gue bertanya-tanya. Apa definisi lurus menurut dia, ya?

Dia gatau secara utuh kepingan hidup gue, tapi dibilang lurus. Bukannya sebagai muslim kita emang diperintah buat konsisten, ya?

Lanjut, gambar kedua. Gambar ini berisi tulisan sebagai berikut.

"Lu kemana-mana suka sendiri, ya? Jangan gitu, ah. Nanti dikira enggak butuh orang. Takutnya cowo yang mau ngedeketin kamu malah mundur karena kamu terlalu independen.

Ngakak gue. Takut kok sama cewe independen? Emangnya digigit?

Ada aja mikirnya. 

Kalo cewenya suka me time, gimana? Terus kalo cewenya udah biasa kesana-kemari sendirian juga gimana? Butuh orang? Pastinya butuh. Cuma, karena kadang kita tau enggak ada orang yang bisa nolong selain diri sendiri, ya mending dilakuin sendiri.

Terus, gue juga enggak perlu validasi cowo 'kan supaya dia mau ngedeketin gue? Gue yang independen kok dia yang ngatur?

Kadang kalimat itu tuh yang bikin kita bisa mencak sendiri. Gue 'kan masih punya anggota badan, ya. Selagi bisa dilakuin sendiri kenapa enggak?

Next.

Gambar selanjutnya berisi tulisan, "Terlalu jujur tentang apa yang dirasa, apa yang ga disuka, apa yang dipingin."

WKWKWK.

Tau gak jawabannya apa kalo kita kaya di atas? Kita pasti bakal disangka terlalu banyak nuntut dan terlalu open makanya jadi ngebosenin.

HAHAHA GUE TAWAIN.

Gue tuh tipikal cewe yang jujur banget orangnya. Gue tau apa yang sedang gue rasain, gue tau apa yang gue pengenin, dan gue tau apa yang gue suka. Masa gue enggak boleh mengomunikasikan hal itu ke pasangan gue kelak?

Relate? Banget.

Gue pernah ada di hubungan dimana gue terlalu jujur tentang apa yang gue rasa. Dan di saat gue tau hubungan ini ga works dan gue yang minta udahan. Mungkin cara gue itu ngelukain egonya dia. But, who cares? Dianya aja kek vajingan, masa gue berkata kemayu dan penuh kehalusan ngadepin demit kaya dia? Mending gue sekalian injek harga dirinya.

 Karena mungkin gue dianggep terlalu nuntut dan ngebosenin, gue diselingkuhin deh hehe. Pertama, gue bukan tipikal cewe yang bakal buka hape pasangan. Gue sepenuhnya percaya. Setelah sebulan putus menjalani hubungan yang awalnya pun gatau dari mana, doi ada cewe baru. Mana bangga banget lagi dipamerin.

Ga dianggep? Ya udah. He's not into me? Maybe. Salahnya gue adalah dimana gue adalah es krim cokelat, gue harus nyaru jadi es krim stroberi karena dia sukanya sama es krim stroberi. Gue juga enggak perlu maksa supaya jadi es krim stroberi kecokelatan karena gimana pun kalo dia ga suka sama gue, sampe kapan pun gue ga akan bisa jadi apapun yang dia mau.

Dan kalo orang yang bener-bener suka enggak akan dibuat bingung, 'kan?

Salah satu hal ini yang tidak gue mengerti dari cowo-cowo.

Kalian tuh, enggak suka sama cewe yang terlalu tertutup, tapi enggak mau juga sama cewe yang terlalu terbuka. Semua harus serba di tengah. Dan di saat kita minta kalian supaya tetap di tengah, kalian akan kembali berkata kalau kita terlalu banyak nuntut.

Di saat kita udah berusaha jujur, perempuannya diserang balik. How hypocrite.

Gue mikir begini, dunia ini 'kan penuh kepalsuan, ya. Munafik lah dunia ini. Daripada kita nyalahin dunia yang udah kelewat busuk ini, gue sendiri berprinsip untuk jadi cewe yang jujur karena gue sendiri enggak suka jadi fake person. Jadi kalo mau jujur, jujur aja semua. Tanpa ada yang ditutup-tutupin.

Tulisan terakhir.

Isinya begini, "Kamu suka banget deep conversation, ya?" 

Tau gak ini maknanya apa?

Artinya lu serius mulu, enggak bisa di ajak bercanda.

Ya kalian gatau aja itu kita lagi ngulik pemikiran kalian tentang dunia. Lu ga begitu deket sama gue kali ga makanya gabisa gue ajakin bercanda?

Emang begitu, 'kan. Kita sebagai wanita sering banget cuma supaya disukai laki-laki harus nurutin standar mereka. Padahal kita enggak perlu loh ngikutin standar A, B, atau C supaya jadi apa yang mereka mau.

Percaya deh, kalo laki-lakinya menginginkan kita, kita enggak perlu jadi siapapun selain jadi diri sendiri. Karena yang mereka suka ya diri kita, kepribadian kita. 

Dan kita ga perlu jadi orang lain hanya karena mereka menginginkannya.


Selamat berjumpa di postingan selanjutnya!




 


Comments

Popular Posts