Kembali Hilang - Menjadi diriku yang Utuh

 


Orang-orang tak akan pernah tahu bagaimana sulitnya menjadi diri sendiri setelah kehilangannya beberapa waktu. 

Pernahkah ingin diterima karena merasa sepi? Pernahkah dinilai karena berbeda dari orang lain? Hanya karena berbeda, pantaskah diperlakukan berbeda?

Tak apa jika kehilangan orang lain, sungguh. Namun kali ini atau sampai nanti, aku takkan sudi memungut orang lain hanya karena aku tidak ingin sendirian. Aku hanya ingin diriku, kehilangan diri sendiri lebih menyakitkan dibanding kehilangan orang lain.

Akan tetapi, tunggu... bukankah aku pernah merasa kehilangan sesuatu yang berharga? Lebih dari diriku? Dan kali ini, diriku lebih berharga dari apapun. Lantas aku tak ingin kehilangannya sekali lagi.

Tahun-tahun sebelumnya, kukira bahagia yang datang. Kenyataannya, bahagia itu hanyalah kamuflase fatamorgana dari bagian halusinasiku yang menganggap bahwa itu adalah kebahagiaan. Itu hanyalah bagian dari penderitaanku setelahnya.

Nyatanya, kepalsuan yang kubawa sedari awal, menghantarkan kepalsuan yang lebih palsu dari apa yang bisa kubayangkan meski tahu hasil akhirnya akan seperti apa. Dan, aku menyesali kepalsuan yang kubawa itu. Tetapi, aku bersyukur akan apa yang bisa kuambil dari kejadian dua tahun yang lalu itu.

Aku tidak perlu orang lain, jika orang itu tidak membawa kebermanfaatan atau kebaikan dari diriku. Aku boleh dan berhak bersikap egois jika itu menyangkut kebahagiaan diriku. Karena selama ini aku berusaha untuk terus mengatakan "iya", padahal diriku menderita dan berusaha menyenangkan orang lain padahal diriku penuh kesusahan. Dan aku bukanlah anak perempuan yang baik, yang tidak boleh mengatakan "tidak" pada hal yang tidak aku senangi.

Ini adalah hidupku, aku berhak memutuskan apakah hidupku akan menjadi liar atau tetap terus dalam kungkungan, semua adalah keputusanku. Karena ini adalah hidupku. Aku yang paling bertanggungjawab atas diriku sekarang atau di masa depan. Hal terpenting ialah aku tidak merugikan orang lain, sembari terus memperbaharui diriku, juga menebarkan kebermanfaatan sedikit demi sedikit, walau aku bukanlah siapa-siapa.

Diriku pantas bahagia. Diriku pantas mendapatkan itu semua. Keberhargaan akan kehadiran. Keberhargaan akan dihargai. Karena yang paling tahu aku berusaha sekuat apa, hampir mati karena hidup ini, hanyalah diriku sendiri dan orang lain tidak pantas menghakimi keputusan apapun yang kubuat, apalagi jika hanya mendengar dari satu sisi.

Manusia berhak bernilai, namun tidak boleh menghakimi. Hidupmu dan hidup kita tidaklah sama. Hanya karena tinggal di lingkungan yang sama, bukan berarti output dari pemikiranku sama sepertimu. Sumber bacaan, tontonan, didikan orangtua, pertemanan, serta pemikiranku tentang dunia ini sudah tentu berbeda. 

Kau anggap dunia ini indah, aku anggap dunia ini penuh kesialan. Karena memang dunia ini sialan. Aku tahu perintah Agama memerintahkan berbuat baik ke orang lain bisa membuat ini sedikit lebih indah. Lakukan, jika ingin kau lakukan. Itu benar, namun apa yang benar buatmu belum tentu benar buat orang lain. 

Membuat diri bahagia terlebih dahulu daripada orang lain adalah prioritas utamaku. Namun, ingatlah. Berbuat baiklah pada orang lain yang pantas untuk mendapatkannya. Bukan bermaksud pamrih, namun banyak manusia zaman sekarang yang tidak tahu caranya berterima-kasih alih-alih memanfaatkan kebaikan 'saudara'nya yang terbelas-kasih.

Rencanakan hidupmu sedemikian rupa, well, aku tahu. Rencana serapi apapun jika Allah tidak berkehendak, tidak akan terjadi, namun, rencana tentang hidupmu termasuk ikhtiar untuk menjadikan hidupmu lebih baik lagi ke depannya. Termasuk rencana keuangan, financial freedom, usahamu membangun karir, menempuh ilmu membangun keluarga, mendalami psikologi, termasuk mempersiapkan uang pensiun untuk masa tuamu, adalah untuk kemudahan hidupmu untuk memperlancar hidupmu yang keparat. Aku tahu hidupmu keparat, aku juga sama. Namun hidupmu yang keparat memberikan nilai lebih bahwa kau lebih kuat dari orang lain. Makanya Allah mempercayakan takdir berat itu untukmu, karena memang sudah jadi bagian hidupmu. 

Percaya deh, hidup itu enggak bisa yang namanya selalu impulsif, jalanin aja seiring berjalannya waktu. Enggak. Justru hidup lebih banyak butuh planningnya dibanding impulsif. Karena apa? Plan itu bisa ngebantu mempermudah apa yang mau kamu raih, kalo udah enggak bisa tertolong baru impulsif. Senggaknya kamu udah punya dua pilihan, dibanding pilihanmu yang selalu impulsif.

Pun, aku tahu rencana hidupmu itu bagus. Namun, tetap rahasiakan itu. Ceritakan ke orang-orang yang bisa kau percayai. Hanya kau percayai. Karena, tidak semua orang senang dengan rencana hidupmu yang sudah tertata rapi. Kadangkala ada orang yang benci dan membuat doa-doa yang tidak bagus atas rencana dan ikhtiarmu, yang menyebabkan rencanamu bisa tertunda.

Intinya, semangat! Hanya kau yang punya kendali penuh atas hidupmu yang berharga itu. Mendengarkan orang lain itu boleh, akan tetapi, filter ya! Gak semua omongan orang pantas kamu dengarkan. Kadang ada yang emang mau bacot doang. Hehe. Hati-hati juga sama orang yang manipulatif, karena, orang Indonesia banyak yang manipulatif, hati-hati! 👀👀


Comments

Popular Posts