Bayangan Duri

Merindu lagi setelahnya, usai ditinggalkan. Masih berharap pada bayangnya selesai dicampakkan. Oh hidup, haruskah kau terluka seperti itu?

Bayang-bayang itu masih membungkusku dengan rapalan penuh adigdaya. Seolah frasaku itu hanya sebatas tentang candu, sebatas kamu. 

Jelas sudah, masih segar diingatan bayangku, bagaimana rindu mudah tergugu. Bagaimana rindu bisa dikatakan dengan mudah, "Aku rindu kamu, dan akan selalu begitu?" Semudah itu aku mengatakannya, tanpa perlu malu dunia akan menertawakan atau menghinakan aku atas dogma-dogma yang melankolis itu. Kamu tidak tertawa juga tidak menghina, kamu lalu hanya bertanya, "Oh ya? Mengapa merindukan aku?"

Lalu aku akan mulai bercerita. Segala masalah pelikku dan kamu mendengarkannya dengan antusias, kemudian mulai memberikan solusi atas permasalahanku dan kamu mengingatkanku bila harus begini dan begitu.

Lucu, ya? Aku bisa sepatuh itu jika berbicara tentang kamu. Seolah-olah masalahku bisa tuntas semua jika aku mulai berbicara padamu. Dan, memang hanya kamu pada saat itu yang mampu membuatku terbuka dan seceria itu. Berbeda sekali dengan dunia mayapada hari ini.

Dunia itu menipu, dan itu benar sekali. Aku tidak bisa terbuka, seterbuka itu selain kamu. Ah, sial. Aku jadi menyedihkan seperti ini. Dengan segala perasaan tumpah-ruah yang dulu pernah aku berikan padamu, semua jadi menyesakkan sekali, Dear. Aku tak bisa percaya pada siapapun, hanya beberapa. Beberapa itu pun sukar sekali terbaca, hanya tersurat bila mereka benar-benar menunjukkan wajahnya padaku. 

Segala kesakitan mereka, apa yang mereka pendam, harapan, dan mimpi-mimpi mereka yang notabenenya tidak perlu aku terka, namun mereka dengan lantangnya sudi menjadikan aku telinga buat mereka. Hanya itu. Hanya mereka yang sudi membeberkan kesulitan bersama dan dengan bersama, dipecahkan solusinya. Aku berasa jadi manusia. Tak perlu menerka, karena kebanyakan orang pun tak mampu membaca apa yang tersirat dari diriku. Lalu, mengapa aku harus berusaha menerka apa yang seharusnya tidak aku terka?

Jika mereka memintaku untuk terbuka dan mereka pada akhirnya tak mampu memberikan hal yang sama, sekali lagi. Akan kubangun dinding es yang lebih tebal dan kuat dari sebelumnya. Padahal, aku kira dinding es itu telah mencair pelan-pelan, namun nyatanya malah lebih jauh padat dari yang sebelumnya.



Semua masa  dan waktu itu, tak ada yang bisa terulang lagi, 'kan? Semua cinta dan hati itu pada akhirnya akan reyot dibabat zaman.  Entah, akankah aku sudi menunggui satu-satunya hati atau bahkan membiarkannya pergi, berlalu dengan segala kekecewaan hati yang terlampaui? Akankah ada si pengganti ?

Pertanyaan itu selalu membekas lagi dan lagi. Mengapa dan bagaimana. Mengapa rasa bisa bertumbuh sederas itu dan bagaimana mekanismenya. Bagaimana orang-orang dengan mudahnya berkata bahwa rasa itu akan tergerus waktu lalu padam. Bagaimana orang-orang bisa dengan mudahnya berkata bahwa rasa itu akan muncul lagi setelah mau membuka hati. Sekarang bagaimana bila nyatanya ketika kau ingin membuka hati namun dikecewakan berkali-kali?

Bagaimana orang dengan mudahnya mengatakan bahwa berilah pengertian sedikit pada orang lain, namun pada nyatanya tak ada yang sama sekali mengerti tentang kamu namun mereka terlalu menuntut banyak darimu? Tuhan. Aku sudah lelah sekali dengan permainan ini.

Comments

Popular Posts